Prolog

"Awalan"

Suatu hari di suatu sore, angin sedang berhembus kencang disertai oleh awan yang tebal, di suatu tempat di pinggiran kota. Disanalah berdiri sebuah rumah besar yang terlihat tidak terawat, yang terletak cukup jauh dari pemukiman.

Di dalam, seorang pria dengan kaos putih, celana training hitam, memakai jubah ilmuwan, jam tangan digital berwarna hitam di pergelangan tangan kirinya, dan beralaskakikan sandal sedang berhadapan dengan sesuatu? dengan tatapan yang cukup tajam.

“Jadi kau akan berdiam di situ saja kah?” Tanyanya ke sesuatu? tersebut dengan menyilangkan tangannya.

“ꖌᔑ⚍ ᔑꖌᔑリ ᒲᒷᒲʖᔑ||ᔑ∷ ᓭᒷᒲ⚍ᔑ ╎リ╎” Ucap sesuatu? tersebut dengan suara berat dan serat.

Ngiiik… Suara engsel pintu terbuka yang berada di belakang pria tersebut. Dari pintu tersebut, seorang lelaki kecil disekitar enam tahun masuk ke ruangan tersebut.

“Ayah.. i-itu siapa yah?” Kata anak itu dengan suara gemetar ketakutan.

Pria itu berbalik, menghampiri anak itu, jongkok, dan berkata “Dia bukan siapa-siapa nak, hanya teman ayah yang berkunjung ke rumah.” sambil mengelus-elus kepalanya

“⍑ᒷ╎!!!” Teriak sesuatu? tersebut. “⋮ᔑリ⊣ᔑリ ᒲᒷリ⊣ᔑʖᔑ╎ꖌᔑリ ꖌ⚍!!!”

“Dia ngomong apa ayah?” Tanya anak itu kepada pria tersebut dengan nada ketakutan.

“Sudah, jangan dipikirin. Sekarang ayah pengen kamu buat bersembunyi di mana aja, ok?” Jawab pria tersebut dengan sebuah senyuman hangat.

“Baiklah.” Ucap anak itu.

Pria itu berdiri dan berbalik menghadap sesuatu? tersebut dan bersiap-siap untuk menahan serangan.

“ᔑリᔑꖌ ╎ℸ ̣ ⚍ ℸ ̣ ╎↸ᔑꖌ ᔑꖌᔑリ ꖎᔑ∷╎!!!” Kata sesuatu? tersebut sambil mulai berlari kencang menuju anak tersebut yang hendak pergi untuk bersembunyi.

Tetapi sesuatu? tersebut dihentikan larinya oleh pria tersebut.

“Cepatlah nak!” Seru pria tersebut ke anak kecil itu.

“Un..” Jawab anak itu. Lalu anak itu pergi selagi pria tersebut menahan dorongan dari sesuatu? tersebut.

Anak itu pun mencoba kabur dan bersembunyi, tetapi pria tersebut tidak bisa menahannya lebih lama lagi dan akhirnya sesuatu? tersebut berlari menuju anak tersebut dan menyerangnya hingga ia terlempar. Anak itu berbaring lemas di lantai dengan luka di bagian tulang pipi kirinya selagi pria tersebut bergegas menghampirinya.

“Adit!! Kamu gak apa-apa Dit?!!” Tanya pria tersebut kepada anak itu dengan sangat panik.

“Aku..

uhuk

sakit ayah...” Jawab anak itu menahan kesakitan.

“⍑⚍⍑.. ⍑ᔑ∷⚍ᓭリ||ᔑ ᔑꖌ⚍ ꖎᒷʖ╎⍑ ꖌᒷ∷ᔑᓭ ꖎᔑ⊣╎.” Ucap sesuatu? tersebut sedikit kecewa.

Satu tetes air mata jatuh dari mata pria tersebut. “Kamu masih bisa lari kan?”

“I-iya ayah..”

“Baiklah.. ayah pengen kamu buat lari dari sini sejauh mungkin, dan jangan pernah kembali lagi.” Ucap pria tersebut kepada Adit.

Gederr.. Suara keras guntur dari petir menandakan akan hujan lebat yang akan terjadi terdengar dari luar. Adit dan pria tersebut berdiri perlahan, lalu Adit bergegas keluar dari rumah, sementara pria tersebut bersiap-siap untuk melawan balik.

“⋮ᔑ↸╎ ꖌᔑ⚍ ᔑꖌᔑリ ᒲᒷリ⊣⊣⚍リᔑꖌᔑリ ꖌᒷꖌ⚍ᔑℸ ̣ ᔑリᒲ⚍ ꖌᔑ⍑?” Ucap sang sesuatu?

“Ya! Jadi bersiap-siaplah engkau! Ini akan menjadi awalan yang baru.” Seru pria tersebut.

Air hujan sudah mulai turun, pertanda badai sudah dimulai. Adit terus berlari menjauh dari rumahnya menuju entah kemana. Badai dengan cepat membesar yang diiringi dengan puting beliung yang menyambar rumah tersebut, perlahan-lahan melahap rumahnya selagi Adit berlari menuju kota terdekat.

End of Prolog

Jangan lupa untuk menikmatinya ;)

Chapter 1

"Nama"

Di suatu malam di suatu jalan, seorang perempuan di umur 20-an, berkerudung dengan warna teal, memakai jaket biru gelap, celana jeans biru, dan memakai sepatu lari sedang menuju ke minimarket terdekat.

“Selamat datang di Indojune, selamat berbelanja!” Ucap sang kasir selagi perempuan itu memasuki minimarket tersebut.

Perempuan itu mengambil beberapa barang lalu membayarnya di kasir

Duut duut Suara dari handphone perempuan tersebut disaat dia baru saja keluar dari minimarket. Ia pun mengeluarkan handphonenya dan membukanya.

“eh Dinda” “Besok jadi gak?” Tertulis di handphone perempuan tersebut yang berasal dari pesan yang dikirim oleh temannya.

“Ya jadi lah” Balas Dinda kepada temannya.

“Emangnya suruh ngapain sih?” “Gw lupa” Tanya temannya.

“Kan besok kita bikin laporannya bareng-bareng” Jawab Dinda. “Kan lu yang paling antusias buat kerjain bareng-bareng.”

“Eh iya” Seru temannya. “Yaudah” “Mau di kosan siapa?”

“Kan kata lu di kosan gw” Jawab Dinda.

“Jam berapa?” Tanya temannya.

“Jam Sembilanan aja” Jawab Dinda.

“YWDH” “OK” Seru Temannya Dinda.

Setelah itu, Dinda pun menutup handphone nya, memasukkannya ke saku celananya, dan beranjak pulang ke kos-kosannya.

Di perjalanan, Dinda memikirkan tugas-tugas yang sedang dia hadapi.

“Aduh, tugasnya banyak banget dah, laporan, video, sama yang lainnya, mana ini perut pake sakit lagi.. aduh, pusing, pusing dah tuh.” Dinda pun merasa stress menghadapi semua tugas-tugasnya.

Saat di perjalanan, Dinda berhenti di suatu pertigaan.

“Gw biasanya ke kiri.. ke kanan lah sekali-kali.” Ucapnya.

Lalu Dinda pun berbelok ke arah kanan dari pertigaan tersebut.

Di jalan yang ia lewati, terdapat sungai yang cukup besar di sebelah kanannya. Arus sungai itu sedang sangat deras seperti ada hujan yang deras baru saja terjadi.

“Bagus juga pemandangannya.” Ucap Dinda sambil melihat pemandangan di sebelah kanannya.

Saat Dinda sedang berjalan, tiba-tiba ia melihat seorang gelandangan yang memakai baju hijau tua dan training hitam sedang tidur di pinggir jalan membelakangi jalan di sebelah kirinya Dinda. Tetapi ia tidak menghiraukannya dan lanjut jalan untuk kembali ke kos-kosannya.

Sesampainya di kos-kosannya, Dinda langsung lanjut mengerjakan tugasnya kembali sambil memakan cemilan yang ia beli di minimarket.

“Okeh.. waktunya melanjutkan ini tugas..” Ucap Dinda setelah duduk di meja belajarnya.

Dinda mengerjakan tugasnya dengan sangat serius di larut malam, sampai-sampai ia kecapean dan akhirnya ketiduran di meja belajarnya.

Saat ia bangun, matahari sudah berada di sekitar 45° di atas kepalanya. Cahaya matahari masuk melalui gorden mengenai mata Dinda. Dinda yang matanya terkena cahaya matahari perlahan-lahan membuka matanya, dan Dinda pun bangun.

Ia merenggangkan tubuhnya, lalu melihat jam.

“Jam berapa sih…” Ucap Dinda sambil berusaha melihat jam dengan mata kantuknya.

“Uuhh… Jaam… HAH?!! JAM SETENGAH SEPULUH?!!” Seru Dinda dengan nada kaget setelah melihat jam yang berada di sekitar jam 09:30.

“Aduh.. dia udah nungguin belom yak…” Ucap Dinda dengan rasa takut kalau dia sudah membuat temannya menunggu lama.

Dinda pun meraih handphone nya lalu menyalakannya, di lockscreen terlihat ada notifikasi pesan yang dikirim dari temannya.

“Dinda, jadi gak?” “Mana kamu?” Tertulis di notifikasi tersebut yang dikirimkan pada 09:28.

Dinda pun membuka handphone nya lalu membalas pesan tersebut.

“Jadi” “Maaf ya” “Gw ketiduran” Balas Dinda kepada temannya.

“YWDH sini cepet” Balas temannya.

“Lah bukannya di kos-kosan gw?” Tanya Dinda kebingungan.

“Gak jadi” Jawab temannya.

“Yaudah OTW” Balas Dinda.

Setelah itu Dinda pun bersiap-siap untuk menuju ke kos-kosan temannya untuk mengerjakan tugas bareng.

Dinda pun keluar dari kos-kosannya dan berangkat menuju kos-kosan temannya dengan berjalan kaki.

“Ah, lewat jalan yang semalem kali yak..” Pikir Dinda saat di jalan.

Dinda pun melewati jalan yang ia lewati semalam.

Dinda melewati jalan yang ia lewati semalam sambil memandang pemandangan sungai yang ada di kirinya.

“Bagus ya…” Pikirnya sambil melihat ke sungai.

Kemudian, dia melihat gelandangan semalam. Gelandangan itu sedang bersandar tangan di pagar pembatas melihat ke arah sungai, dan Dinda menyadari jam tangan digital yang gelandangan itu kenakan di pergelangan tangan kirinya.

Dinda pun melanjutkan perjalanannya menuju kos-kosan temannya.

Knok knok knok Suara ketukan pintu kos-kosan temannya Dinda oleh Dinda.

“Assalamu'alaikum!” Ucap Dinda di depan pintu kos-kosan temannya.

“Wa'alaikumsalam, sini masuk aja.” Jawab temannya Dinda.

“OK!” Balas Dinda, lalu Dinda membuka pintu, masuk, menutup pintu, dan menaruh sepatunya di samping pintu.

Dinda pun pergi menemui temannya yang ada di kamarnya.

“Putri!!” Seru Dinda setelah melihat temannya.

“Dinda!!” Balas Putri yang sedang bermain handphone nya sambil berbaring.

Putri sedang memakai baju berwarna krem yang sedikit kebesaran dan memakai kacamata minus bulat.

Dinda pun duduk di dekat Putri lalu mengeluarkan dan membuka laptopnya.

“Eh, ini laporannya ntar gimana dah? Gw belom terlalu ngerti.” Ucap Dinda kepada Putri.

“Gak tau dah, gw juga belom terlalu ngerti.” Balas Putri.

“Aduh.. lu dah selesai belom? Liat dong punya lu.” Ucap Dinda kepada Putri.

“Gw juga belom selesai, tapi yaudah..” Putri pun meraih laptopnya yang berada di dalam tasnya. “Nih.”

Dinda pun mengambil laptop nya Putri dan membukanya

“Ini file nya yang mana?” Tanya Dinda kepada Putri.

“Sini.” Putri pun mendekat dan mencarikan file laporannya lalu membukanya. “Nih, yang ini.”

“Makasih ya.” Ucap Dinda kepada Putri.

Dinda melihat-lihat isi laporan Putri.

“Kok masih dikit banget?” Tanya Dinda kepada Putri. “Lu biasanya udah mau selesai di waktu segini.”

“Ahh.. gw males…” Seru Putri sambil meregangkan tubuhnya.

“Yehh.. males, males.. dikit lagi udah mau akhir semester, lu mau ngulang lagi?” Ucap Dinda kepada Putri dengan sedikit kesal.

“Ahh.. biarin.” Jawab Putri.

BTW,

sniff sniff

lu belom mandi yak? Masih bau.” Tanya Putri kepada Dinda setelah mencium bau tak sedap dari tubuhnya Dinda.

“Eh, iya… Gw gak sempet mandi tadi soalnya kesiangan.” Jawab Dinda.

“Yeh.. bau tau, sana mandi dulu.” Ucap Putri kepada Dinda untuk menyuruhnya untuk mandi.

“Yaudah, yaudah.” Balas Dinda. “Dimana?”

“Ya di kamar mandi lah, masa di kasur.” Jawab Putri.

“Di sini?” Tanya Dinda.

“Iya lah!” Jawab Putri mulai kesal.

“Gapapa?” Tanya Dinda, lagi.

“Iya gapapa. Udah sana” Jawab Putri dengan nada sedikit kesal.

“Ok, makasih yak.” Jawab Dinda, lalu Dinda pun bergegas ke kamar mandi di kos-kosannya Putri lalu mandi di sana.

Setelah Dinda selesai mandi, Dinda dan Putri pun mulai melanjutkan menyelesaikan laporan mereka. Awalnya, Putri masih enggan untuk menyelesaikannya, tetapi dia tetap melakukannya karena terus menerus dipaksa Dinda.

Mereka mengerjakan laporan mereka sampai jarum jam berada di angka 02:43.

Dinda melihat ke arah jam.

“Yah, udah jam segini aja.” Ucap Dinda.

“Napa? Mau balik?” Tanya Putri.

“Iya nih, gw mau balik, ada urusan.” Jawab Dinda sambil mengemas barang-barangnya.

“Yaudah, hati-hati ya..” Balas Putri.

Setelah selesai berkemas, Dinda pun pamit dari kos-kosannya Putri dan bergegas ke kos-kosannya.

Saat Dinda berada di perjalanan pulang ke kos-kosannya, dia melewati jalan yang sama sebelumnya.

Dan disana, Dinda melihat gelandangan sebelumnya sedang duduk memakan mie instan cup di sebelah kirinya.

Sesampainya Dinda di kos-kosannya, Dinda langsung menaruh barang-barangnya lalu mengecek kebutuhannya.

“Hmm.. keknya kurang deh buat nyampe bulan depan.” Ucap Dinda di depan isi kulkasnya.

“Yaudah deh, belanja beberapa barang dah, sekalian beli cemilan.” Seru Dinda. Lalu Dinda pun mempersiapkan uang dan totebag nya dan pergi ke minimarket terdekat.

Dinda, seperti sudah suka, ia kembali melewati jalan tadi.

Dan lagi-lagi, ia melihat gelandangan sebelumnya di sebelah kirinya, dan kali ini gelandangan tersebut sedang duduk di atas pagar pembatas sambil memancing ikan di sungai.

”Ni orang napa dah. Dia gelandangan kan? Kok dia bisa punya pancingan?” Seru Dinda di dalam pikirannya mempertanyakan gelandangan tersebut.

Dinda pun melanjutkan perjalanannya menuju ke minimarket terdekat.

“Hmm… Yang ini… Sama yang ini.” Saat di minimarket, Dinda mengambil beberapa barang kebutuhan yang Dinda butuhkan.

Setelah memilih barang-barangnya, Dinda pun membayar ke kasir dan bergegas kembali ke kos-kosannya.

Saat Dinda di perjalanannya kembali ke kos-kosannya, lagi dan lagi, Dinda melewati jalan tersebut, dan melihat kembali gelandangan tersebut di arah kirinya. Gelandangan tersebut sedang olahraga, ia melakukan gerakan jumping jacks sebanyak yang Dinda bisa lihat.

“Yang ini taruh di sini.. dan yang ini di sini.” Sesampainya di kos-kosannya, Dinda langsung merapikan barang-barang kebutuhannya.

“Wokeh, dah beres. Waktunya ngelanjutin tugass..” Dinda pun bergegas menuju meja belajarnya dan mulai melanjutkan tugas yang belum selesai.

“Bentar… Mana jajanannya?” Dinda pun mencari kesana kemari jajanan yang dia ingat sudah membelinya, tetapi tidak juga ketemu.

“Struknya mana struknya?”

Lalu Dinda mengambil struk belanja di minimarket tadi.

“Yak kan bener, gw belom beli.”

Lalu Dinda mengambil sedikit uangnya dan pergi ke minimarket tadi untuk membeli jajanan yang tadi ia lupakan.

Dan, yap, kalian sudah menebaknya, Dinda kembali lagi melewati jalan yang ia lewati tadi, dan ya, Dinda melihat lagi gelandangan tadi di kanannya. Kali ini dia sedang duduk bersandar dengan kaki kanannya ditekuk ke atas, lengan kanannya bersandar di atas kaki kanannya, tangan kirinya ditaruh ke dalam, dan kepalanya melihat ke atas langit.

“Nih orang napa dah?” Pikir Dinda sedikit mempertanyakannya.

Tetapi, tidak lama setelah Dinda melewati gelandangan tersebut, tiba-tiba ada yang memanggil namanya dari arah belakangnya.

“Dinda. Dinda.”

Dinda pun terhenti langkahnya lalu berbalik dengan ekspresi sedikit kebingungan.

“Siapa ya?” Tanya Dinda.

Alangkah terkejutnya Dia ketika melihat gelandangan tersebut yang memanggil namanya yang sudah berada di belakangnya.

“Tumben sering lewat sini.” Ucap gelandangan tersebut.

“Kok kamu tau namaku?” Tanya Dinda kepada gelandangan tersebut dengan kaget.

“Udah itu gak penting.” Jawab gelandangan tersebut.

“Kamu mau ke minimarket kan? Ayo bareng.” Ucap gelandangan tersebut.

“O-o.. yaudah, ayok.” Balas Dinda.

Lalu mereka berdua pun pergi ke minimarket terdekat bersama.

Sesampainya di minimarketnya.

“Kamu boleh ambil semua barang sesukamu, aku yang bayar.” Ucap gelandangan tersebut kepada Dinda.

“Beneran?!” Balas Dinda dengan nada sedikit tidak percaya.

“Iya.”

“Okeh..” Sehabis itu, Dinda pun mengambil beberapa jajanan lalu membayarnya di kasir bersama dengan gelandangan tersebut.

“Totalnya Rp 42.700.” Ucap kasir minimarket setelah men-scan barang-barangnya.

Lalu gelandangan tersebut sedikit mengangkat tangan kirinya lalu menempatkan wajah dari jam tangan digitalnya ke bagian atas mesin ESC yang ada di atas meja kasir, lalu…

Pip

Barang-barang tersebut pun berhasil terbayar.

Dinda dan sang kasir pun terkejut setelah melihatnya.

“I-itu gimana caranya?!!” Tanya Dinda sangat keheranan.

Sihir” Jawab gelandangan tersebut.

Saat mereka baru keluar dari minimarket, gelandangan tersebut mengajak Dinda untuk pergi ke kafe terdekat.

“Mau mampir ke kafe?” Tanya gelandangan tersebut.

“Boleh.” Jawab Dinda.

Mereka pun pergi ke kafe yang sedang populer belakangan ini.

Di sana, mereka duduk di dekat jendela.

“Saya pesen Chocolate Milkshake. Kamu apa?” Ucap gelandangan tersebut kepada pelayan kafe itu lalu bertanya kepada Dinda.

“Samain aja.” Jawab Dinda.

“Oke.. jadinya dua Chocolate Milkshake ya..” Ucap pelayan tersebut sambil mencatat pesanannya lalu pergi.

“Jadi, gimana kuliahmu? Bisa?” Tanya gelandangan tersebut kepada Dinda.

“Kuliah?.. Ya.. udah mau akhir semester sih, tapi aku masih belom selesain laporan akhirnya sih..” Jawab Dinda.

“Oh gitu… Kenapa?” Balas gelandangan tersebut.

“Susah.. aku bingung isinya apa aja..” Jawab Dinda.

“Hmm.. bisa liat?” Ucap gelandangan itu.

“Aku lagi gak bawa laptopku sih, tapi udah aku simpen di drive.” Jawab Dinda, lalu Dinda mengeluarkan dan membuka handphone nya dan membuka file laporannya di drive lalu memberinya ke gelandangan tersebut.

“Hmm…” Gelandangan tersebut melihat-lihat laporan tugas akhir kuliah Dinda.

“Boleh aku bantuin ini?” Tanya gelandangan tersebut.

“Jangan banyak-banyak!” Seru Dinda.

Lalu gelandangan tersebut mengubah 'sedikit' laporan kuliah punya Dinda.

“Nih, dah selesai.” Ucap gelandangan tersebut selagi ia mengembalikan handphone nya Dinda.

“Hah!? Beneran!? Dah selesai!?” Ucap Dinda terkejut tidak percaya.

Lalu Dinda mengambil kembali handphone nya dan mengecek laporannya yang sudah diubah oleh gelandangan tersebut.

“Beneran dong!!” Seru Dinda dengan ekspresi tidak percaya.

“Kok bisa?” Tanya Dinda.

“Ya bisa lah..” Jawab gelandangan tersebut.

“Hu~h” Keluh Dinda merasa tidak mendapatkan jawaban yang ia mau.

“Maaf sudah menunggu..” Ucap sang pelayan selagi menaruh dua chocolate milkshake pesanan mereka.

Gelandangan tersebut langsung mengambil salah satu dan mulai meminumnya, dilanjut dengan Dinda yang mulai meminumnnya.

“Jadi.. gimana yang lainnya?” Tanya gelandangan tersebut.

“Alhamdulillah, yang lainnya aman-aman saja.” Jawab Dinda.

“Tapi, bisa gak aku tanya satu hal lagi?” Tanya Dinda.

“Boleh.” Jawab gelandangan tersebut. “Jadi mau nanya apa?”

“Kalau boleh tau, nama kamu siapa ya?”

“Ini bukan nama asliku sih.. tapi kamu boleh panggil aku HERΩ.”

End of Chapter 1

Aku harap kamu menyukai chapter pembuka ini :D

Chapter 2

“Pencarian”

“Hiro?” Ucap Dinda.

“HERΩ, H - E - R - Ω, HERΩ” Balas HERΩ.

“H - E - R - Ω.. kok pake Omega?” Tanya Dinda.

“Kan di Yunani, Omega itu artinya tak terbatas.” Jawab HERΩ.

“Oh… Jadi apanya yang tak terbatas?” Balas Dinda.

“Semakin kenal kau dengan aku, semakin tau kenapa.” Jawab HERΩ.

Mereka pun lanjut mengobrol sambil meminum Chocolate Milkshake masing-masing.

Mereka mengobrol sampai langit sudah berwarna jingga.

“Keknya udah sore.” Ucap HERΩ sambil melihat jam tangannya.

“Iya nih, udah sore.” Balas Dinda.

“Mau pulang bareng?” Tanya HERΩ kepada Dinda.

“Eee.. yaudah mau.” Jawab Dinda.

“Yaudah, ayok!” Seru HERΩ sambil berdiri dari tempat duduknya.

Mereka pun keluar dari kafe tersebut dan pergi pulang.

Saat mereka melewati jalan yang di sampingnya ada sungai, HERΩ menghentikan langkahnya.

“Aku cuman bisa nganterin kamu sampai sini aja.” Ucap HERΩ.

“Oh, oke, berarti kita berpisah disini.” Balas Dinda.

“Yaudah kalo gitu, dadah.” Lanjut Dinda sambil melambaikan tangannya kepada HERΩ.

Selepas itu, Dinda pun meninggalkan HERΩ di sana dan pergi menuju kos-kosannya untuk kembali mengerjakan tugas-tugasnya yang belum selesai.

Keesokan harinya, ketika Dinda sedang jogging dan melewati jalan yang di sampingnya ada sungai, Dinda melihat HERΩ sedang memberi makan kucing jalanan di sebelah kanannya. Dinda pun berinisiatif untuk mendatanginya.

“Kucingnya lucu ya..” Ucap Dinda.

“Iya.. kamu juga suka kucing?” Tanya HERΩ.

“Iya, aku suka banget sama kucing, malahan di rumahku aku melihara banyak kucing.” Jawab Dinda dengan ekspresi senang sambil mengelus-elus kucingnya.

“Aku juga suka kucing.” Lanjut HERΩ.

“Dulu aku pernah pelihara kucing, cuman udah mati.” Ucap HERΩ dengan ekspresi sedikit sedih.

“Dan aku gak pernah pelihara kucing lagi sekarang, ya paling-paling ini kucing yang aku kasih makan tiap hari, iya kan Ucok.” Ucap HERΩ sambil mengelus-elus kucing itu.

“Jadi, kamu lagi ngapain?” Tanya HERΩ.

“Aku lagi jogging.” Jawab Dinda.

“Kamu belom mandi? Perasaan bajunya masih sama kayak kemaren.” Tanya HERΩ.

“Ya belom lah, kan masih pagi, emangnya kamu udah mandi?” Jawab Dinda.

“E.” HERΩ pun mencium bau tubuhnya.

Sniff sniff

“Belom sih..”

BTW, kamu sibuk gak?” Tanya HERΩ.

“Tugas aku udah mau selesai semua.. jadi keknya enggak.” Jawab Dinda.

“Yaudah, ayo ikut aku!” Seru HERΩ sambil mengajak Dinda.

“E-eh.. mau kemana?” Tanya Dinda sambil mulai mengejar HERΩ yang mulai pergi.

“Udah, ikut aja.” Jawab HERΩ sambil mulai berjalan.

Mereka pun berjalan pergi dari jalan tersebut.

“Jadi kita mau kemana?” Tanya Dinda.

“Kamu udah denger belom kalo di sini mulai sering ada pemalakan?” Tanya balik HERΩ.

“Bukannya sering?” Tanya balik Dinda.

“Nggaak.. awalnya disini jarang, cuman sebulan terakhir ini mulai sering terjadi pemalakan, dan yang ngelakuinnya seorang yang ditemani keempat temannya.” Jawab HERΩ.

“Dan dia nggak cuman ngelakuin pemalakan doang, dia juga mencuri, berantem, ngebully anak kecil, pokoknya bikin warga resah.” Lanjut HERΩ.

“Bahkan nih ya, dia pernah ngebikin nenek-nenek masuk rumah sakit cuman karena dia gak bayar 'iuran', padahal si nenek jualan di tempat publik dan itu hak si nenek.” Lanjut HERΩ sambil Dinda mendengarkan semua penjelasannya.

“Aduh.. kasian banget, jadi kita mau cari dimana?” Tanya Dinda.

“Mereka paling sering keluar pas malem-malem, dan mereka gak pernah keluar pas hari Senen.” Jawab HERΩ.

“Tapi kan hari ini Senen, gimana dong?” Tanya Dinda.

“Gak apa-apa, walau gitu kita bisa nanya warga sekitar buat nyari clue dimana mereka biasanya nongkrong.” Jawab HERΩ.

“Okeh.. biar aku bantu!” Seru Dinda.

Lalu mereka pun pergi menemui warga setempat untuk bertanya hal-hal yang membuat mereka menemukan tongkrongan para pembuat masalah.

“Permisi pak, kan akhir-akhir ini sering ada preman, nah bapak biasanya liat dimana ya?” Tanya HERΩ kepada bapak-bapak.

“Oh preman, yang sering ngeresahin warga kan?” Tanya seorang bapak-bapak.

“Iya pak, yang lagi rame itu.” Jawab HERΩ.

“Hmm… Mereka sih biasanya keliatan di deket lampu merah di sana tuh.” Ucap bapak itu sambil menunjuk ke suatu perempatan.

“Oke, makasih pak.” Ucap HERΩ.

HERΩ dan Dinda pun bergegas ke perempatan tersebut.

“Hmm.. keknya mereka lagi gak ada ya.” Ucap HERΩ sambil melihat-lihat sekitar.

“Kan tadi lu bilang mereka gak keluar pas Senen.” Balas Dinda.

“Nggaak, mastiin aja..” Ucap HERΩ.

Lalu Dinda pun melihat pak polisi yang sedang berjaga di sana menghampirinya disusul dengan HERΩ.

“Permisi pak, disini kan kata warga sering jadi tempat aksinya para preman-preman yang akhir-akhir ini sering bikin warga resah.” Ucap Dinda.

“Iya, disini mereka sering malak warga pas lagi lampu merah.” Balas pak polisi tersebut.

“Nah.. mereka biasanya dateng dari mana ya?” Tanya Dinda.

“Mereka sih biasanya dateng dari arah mana saja sih, cuman mereka paling sering dateng dari arah sana ke arah bawah jembatan di sana itu.” Jawab pak polisi tersebut.

“Oke makasih pak.” Ucap Dinda.

“HERΩ, ayok.” Ajak Dinda.

“Ayo, GC.” Balas HERΩ.

Mereka pun bergegas ke arah jembatan untuk investigasi lebih lanjut.

Sesampainya mereka di atas jembatan, mereka langsung melihat-lihat sekitar untuk mencari tempat yang sekiranya mungkin jadi tempat tongkrongan para preman-preman tersebut.

“Dinda, ayo ke bawah jembatan.” Ucap HERΩ.

Lalu mereka berdua pergi ke bawah jembatan dimana di bawah jembatan itu terdapat beberapa sampah, tempat duduk yang terbuat dari batu besar, dan terdapat bekas api unggun di tanah.

“Kayaknya di sini deh.” Ucap Dinda.

“Bisa jadi, tapi bisa jadi ini bukan tempat tongkrongan mereka.” Balas HERΩ.

Mereka pun mengecek tempat itu dari satu sisi ke sisi lainnya.

“Hmm… Kek nya mereka gak ninggalin barang-barang mereka dah.” Ucap HERΩ.

“Iya nih, cuman ada sampah doang di mana-mana.” Balas Dinda.

Ketika mereka sedang mengecek tempat itu, HERΩ menemukan sesuatu.

“I-ini kan…” Ucap HERΩ.

“Napa-napa? Kamu nemu sesuatu?” Tanya Dinda penasaran apa yang HERΩ temukan.

“Ini kan botol StrongMilk yang udah lama gak diproduksi!!” Seru HERΩ sambil menunjukkan botol susu kemasan yang bagian atasnya berbentuk seperti kepala harimau kartun berwarna coklat susu dengan kemasan berwarna merah yang membungkus badannya.

“Yaelah, itu doang” Ucap Dinda merasa tertipu.

“Eh, asal lo tau yak, ini botol tuh dah lama banget gak diproduksi lagi, bahkan pas aku sama kamu masih SD, ini botol udah gak ada, dan ini botol keliatan masih baru dan baru selesai diminum. Ini tuh, sesuatu yang gak mungkin.” Ucap HERΩ dengan nada yang berdebar-debar.

“Lah, bukannya emang udah balik?” Tanya Dinda.

“Gak! Yang baru beda desainnya! Coba liat baik-baik.” Jawab HERΩ.

“Hmm… Coba liat sini.” Ucap Dinda.

“Nih.” Balas HERΩ, lalu memberikan botol itu ke Dinda.

Dinda pun mengambil botol itu lalu mengamati botol itu dengan seksama.

“Iya deh, keknya beda.” Ucap Dinda.

“Kan!” Ucap HERΩ membenarkannya.

“Tapi kok bisa ya?” Tanya Dinda.

“Nah itu dia!” Jawab HERΩ.

Dinda pun mengembalikan botolnya ke HERΩ.

“Mending ni botol gw simpen aja dah.” Ucap HERΩ.

Lalu HERΩ pun mengantongi botol tersebut di kantong kanan celananya.

“Artefak tersimpan!” Ucap HERΩ dan Dinda secara bersamaan.

“E.” Mereka berdua pun bertatapan mata untuk beberapa detik lalu sedikit berpaling.

Sudah beberapa menit mereka mengecek tempat itu, tetapi tidak menemukan sesuatu yang berguna.

“Coba kita cek ke tempat lain, kita gak nemu apa-apa disini” Ucap HERΩ.

“Iya nih, kagak ada apa-apa disini.” Balas Dinda.

“Jadi, mau kemana?” Tanya Dinda.

“Ayo coba kesana, kesana kan ada jalan, mungkin mereka biasa lewat sana.” Usul HERΩ sambil menunjuk ke jalan yang berlawanan dari dimana mereka datang.

“Yaudah, ayok.” Balas Dinda.

Mereka pun pergi menuju jalan tersebut. Mereka berjalan dan terus berjalan sambil melihat sekitar, dan lama-lama jalan itu semakin sempit.

“Hati-hati jatoh.” Ucap HERΩ memperingati Dinda.

“Iya makasih, kamu juga.” Balas Dinda.

Mereka pun berjalan dengan lebih berhati-hati. Dan mereka sudah hampir di ujung jalan.

“Aduh gimana nih, dikit lagi mentok.” Ucap Dinda.

Tetapi terlihat di ujung jalan itu ada terowongan di bawah jalan utama.

“Ah, keknya ada jalan masuk.” Ucap HERΩ.

Mereka pun berjalan menuju mulut terowongan tersebut.

“Woah.. keknya gak terlalu luas deh.” Ucap HERΩ.

“Yaudah, ayok masuk.” Ucap Dinda.

Mereka pun masuk ke terowongan tersebut untuk mengeceknya.

“Rada gelap yak.” Ucap HERΩ.

“Iya, sungainya juga gak masuk ke sini.” Balas Dinda.

“Susah ngeliatnya ini gw.” Ucap HERΩ.

Lalu mereka mengecek terowongan yang tidak terlalu dalam itu, tetapi mereka tidak menemukan apa-apa.

“Keknya disini gak ada apa-apa.” Ucap Dinda.

“Iya deh… Tapi kek aneh gak sih? Ada jalan masuk ke sini yang gak jauh buntu.” Ucap HERΩ.

“Hmm.. iya juga.” Balas Dinda.

“Tapi kita gak nemuin apa-apa, mending keluar aja.” Lanjut Dinda, lalu mereka pun keluar dari terowongan tersebut.

“Jadi mereka gak mungkin dari sini, berarti mereka dateng dari jalan biasa.” Ucap HERΩ.

“Tapi kata orang-orang, mereka gak pernah pergi buat pulang. Heck, bahkan keknya emang gak punya rumah.” Lanjut HERΩ.

“Terus gimana?” Tanya Dinda.

“Gak papa, mending kita naik aja dulu.” Usul HERΩ.

Mereka pun kembali ke jalan atas.

HERΩ mengecek jamnya.

“Udah mau jam sembilan nih, kamu gak ada urusan apa?” Tanya HERΩ kepada Dinda.

“Hah, beneran?!!” Ucap Dinda, lalu Dinda pun buru-buru mengeluarkan handphone nya untuk mengecek jam.

“Lah iya, udah mau jam sembilan!” Seru Dinda.

“Aduh, gimana ini.” Ucap Dinda.

“Yaudah, mending lu pulang dulu, terus kita lanjutin pencariannya lain waktu,” Ucap HERΩ.

“Oke, yaudah. Aku pergi dulu ya.” Pamit Dinda.

Lalu Dinda pun bergegas pulang ke kos-kosannya untuk melakukan urusannya. Dan mereka berdua, HERΩ dan Dinda pun berpisah di sana untuk sekarang.

End of Chapter 2

Chapter selanjutnya bakal ada kejutan (^///^)

Chapter 3

“Henshin”

Sore itu, Dinda yang sedang jalan-jalan ingin mencari angin sehabis menjalani harinya yang cukup berat, Dinda pun melewati jembatan yang ia lewati tadi siang.

Dinda pun melihat ke bawah jembatan itu lalu bergumam. “Emang beneran yak yang preman yang lagi rame mereka nongkrongnya di sana?”

Kemudian tiba-tiba ada yang menepuk pundak kanannya Dinda sambil memanggil namanya.

“Dinda!” Seru HERΩ.

“AA!!” Teriak Dinda terkejut.

“Ngagetin aja!” Seru Dinda kepada HERΩ merasa kesal.

“Hehehe, maap.” Balas HERΩ.

BTW, kamu lagi ngerenungin apa?” Tanya HERΩ.

“Eh enggak, bukan apa-apa.” Tangkal Dinda.

“Oh, yaudah kalo gitu, mau ngikut gak? Keknya Gw udah tau deh mereka biasa nongkrong dimana!” Ajak HERΩ.

“Ah, beneran?” Tanya Dinda.

“Keknya.” Jawab HERΩ.

Lalu Dinda pun mengikuti HERΩ yang mulai berjalan ke suatu tempat.

“Tau gak, yang tadi siang keknya beneran tempat nongkrong mereka, cuman bukan yang utamanya aja.” Kata HERΩ menjelaskan.

“Hah, maksudnya?” Tanya Dinda.

“Nah, keknya mereka nongkrongnya di banyak tempat, dan yang di bawah jembatan itu salah satunya.” Jawab HERΩ.

“Jadi nih yah, mereka tuh punya tempat tongkrongan utama, terus ada beberapa tempat tongkrongan lainnya yang lebih kecil lah, dan kalo ditotal ada sekitar 8 tempat termasuk yang utamanya.” Lanjut HERΩ menjelaskan.

“Terus, mereka ngapain aja di 8 tempat itu?” Tanya Dinda.

“Gak tau deh.” Jawab HERΩ. “Tapi keknya sih sama yang kayak di sini.”

“Hmm…” Ucap Dinda memahami.

Mereka berjalan melewati perumahan, lalu keluar menuju pinggir jalan besar sampai langit sudah mulai gelap.

“Udah mau Magrib nih..” Ucap HERΩ sambil memandang langit.

“Iya nih, emangnya kita mau kemana sih? Jauh banget.” Tanya Dinda mengeluh.

“Kita mau ke salah satu tongkrongan mereka yang terdekat.” Jawab HERΩ.

Tak lama kemudian, terdengar suara azan dari sebuah masjid yang tidak jauh dari posisi mereka berada.

“للّٰهُ أَكْبَرْ للّٰهُ أَكْبَرْ” Masjid itu berkumandang azan yang terdengar merdu dan beberapa orang mulai memasuki masjid tersebut.

“Mending kita shalat dulu di masjid sana.” Ucap HERΩ sambil menunjuk ke masjid tersebut.

Mereka pun bergegas pergi ke masjid tersebut. Tetapi ketika sampai di depan masjid itu, Dinda menolak untuk masuk.

“Kenapa gak masuk kamu?” Tanya HERΩ kepada Dinda.

“Aku lagi gak shalat.” Jawab Dinda.

“O yaudah, aku shalat dulu ya.” Ucap HERΩ, lalu HERΩ pun masuk ke dalam masjid itu untuk menjalankan shalat Magrib.

Beberapa menit pun berlalu, dan shalat Magrib berjamaah nya pun selesai dilaksanakan, tetapi Dinda tidak melihat HERΩ keluar dari dalam masjid.

“Mana dah tuh orang, kok lama.” Gumamnya.

Beberapa menit pun berlalu setelah shalat Magrib berjamaah nya selesai, tetapi HERΩ tidak kunjung keluar.

“Lama banget dah tuh orang, ngapain dulu sih?!” Gumam Dinda mulai kesal.

Dan setelah sekitar 20 menit setelah shalat Magrib berjamaah selesai, akhirnya HERΩ pun keluar dari masjid tersebut.

“Ngapain aja sih, lama banget?” Tanya Dinda kepada HERΩ dengan sedikit nada kesal.

“Aku ngaji dulu tadi abis shalat.” Jawab HERΩ.

“Yaudah, sekarang ayo lanjutin perjalanannya.” Ucap Dinda.

“Masih jauh gak?” Tanya Dinda.

“Nggak.. tinggal dikit lagi kok.” Jawab HERΩ.

“Kalo gitu ayok.” Lanjut HERΩ.

Lalu mereka pun keluar dari masjid dan melanjutkan perjalanan mereka.

Mereka berjalan di pinggir jalan lalu belok kiri ke gang. Gang tersebut cukup sempit, lebarnya sekitar 80cm.

Setelah melewati gang itu cukup lama akhirnya mereka keluar ke jalan yang lebih luas. Di jalan itu, mereka dikelilingi rumah-rumah warga setempat di kanan dan kiri mereka.

Mereka melewatinya beberapa meter lalu belok lalu jalan beberapa meter lagi lalu belok lagi selama 3 kali. Lalu mereka menemukan sebuah pos dan HERΩ pun berhenti di sana, diikuti dengan Dinda.

“Di sini kah tempatnya?” Tanya Dinda.

“Yap, di sini tempatnya.” Jawab HERΩ.

“Keknya mereka lagi gak ada di sini.” Ucap HERΩ.

“Kan sekarang masih Senen.” Seru Dinda.

“Iya tau, cuman masitiin ajah.” Balas HERΩ.

Kemudian HERΩ menekan wajah jam tangannya, menjepit tombol yang berada di bagian atas dan bawah dari wajah jam tangannya lalu memutarnya berlawanan arah jarum jam sebanyak 30°. Lalu HERΩ mengarahkan jam tangannya ke atas sebuah tembok yang dekat dari pos tersebut, kemudian HERΩ menjepit tombol tadi, lalu dari jam tangan tersebut tertembak lah sesuatu dan menempel di atas tembok itu.

“Itu apaan?” Tanya Dinda sehabis terkejut melihatnya.

“Kamera, buat ngintai.” Jawab HERΩ.

“Dan kalo mau liat tinggal buka hp aja.” Lanjut HERΩ.

“Wih keren..” Ucap Dinda terkagum.

“Mau liat juga?” Tanya HERΩ kepada Dinda.

“Gimana?” Tanya balik Dinda.

“Sini hp kamu.” Jawab HERΩ.

Kemudian Dinda mengeluarkan handphone nya dan mengasihnya kepada HERΩ. HERΩ mengambilnya lalu menempelkan wajah jam tangannya di bagian belakang handphone nya, kemudian

Pip

“Nih.” Ucap HERΩ lalu mengembalikan handphone nya Dinda.

Dinda pun mengambil handphone nya lalu membukanya, dan Dinda pun menyadari ada aplikasi baru yang terunduh kemudian Dinda membuka aplikasi tersebut. Di dalam aplikasi tersebut terdapat rekaman kamera, menampilkan pos tersebut dan mereka secara langsung.

“Wih, beneran bisa dong!” Seru Dinda setelah melihatnya.

“Ini gimana caranya?” Tanya Dinda.

“Tebak.” Jawab HERΩ.

“Hmm… Sihir?” Tanya Dinda.

“Mungkin.” Jawab HERΩ.

“Udah malem nih, mending pulang.” Ucap HERΩ.

“Iya nih, ayok.” Balas Dinda.

Mereka pun mulai berjalan untuk pulang.

Di perjalanan pulang, HERΩ mentraktir makan Dinda di suatu tempat makan untuk makan malam mereka.

Keesokan harinya, Dinda yang sedang berbaring di kasurnya sehabis mengikuti kelas di kuliahannya, teringat kejadian tadi malam dan penasaran bagaimana situasi pos tersebut saat ini.

“Pos semalem gimana kabarnya yak..” Gumam Dinda.

Kemudian Dinda meraih handphone nya lalu membuka aplikasi tersebut. Aplikasi itu menampilkan situasi pos tersebut saat ini. Di pos tersebut, terdapat dua orang sedang berada di sana, mereka terlihat seperti sedang mengobrol.

“Hmm… Apa benar mereka yang akhir-akhir ini lagi bikin ribut warga?” Ucap Dinda saat melihat rekaman langsung dari pos tersebut.

“Mereka lagi ngomongin apaan yah..” Tanya Dinda.

Hooaam... Aduh, ngantuk nih…” Ucap Dinda sehabis menguap merasa mengantuk.

Tak lama kemudian, rasa kantuk Dinda semakin besar dan membesar yang mengakibatkan Dinda tertidur tidak lama setelah menguap.

Saat Dinda masih tertidur, tiba-tiba handphone nya Dinda berbunyi sangat keras.

Piiip piiip piiip

Seketika Dinda yang masih tertidur lelap pun menjadi terbangun karena terkejut.

“Hah!? Apa!? Kenapa!?” Teriak Dinda karena terkejut.

Lalu Dinda melihat ke arah layar handphone nya untuk melihat lima laki-laki sedang berkumpul di pos tersebut bersama seorang perempuan yang sedang terlihat ketakutan.

“Itu siapa? Mereka lagi ngapain itu cewek?” Tanya Dinda saat melihat rekaman langsung itu.

Kemudian salah satu dari kelima laki-laki itu mendekati perempuan itu dan terlihat seperti menggodanya. Perempuan itu terlihat menolak godaan dari lelaki itu tetapi laki-laki itu tidak menyerah dan menggodanya lagi dengan lebih kasar.

“Gw harus nolongin dia!” Seru Dinda.

“Jam berapa sih sekarang?” Ucap Dinda kemudian melihat jam yang ada di handphone nya.

“Aduh, dah mau malem lagi.” Ucap Dinda setelah melihat jam di handphone nya yang berada di jam 17:53.

Lalu Dinda bangun dari kasurnya, bersiap-siap sedikit, lalu pergi dari kos-kosannya untuk pergi ke pos tersebut.

Dinda pergi menuju pos tersebut sambil berlari.

Huft huft” Desah Dinda saat di berlari sekuat tenaganya untuk sampai ke pos tersebut.

“Aduh, bentar.. ini ke sini gak sih?” Tanya Dinda kebingungan di sebuah pertigaan saat di perjalan.

“Ah udalah, ke sini aja.” Ucap Dinda yang kemudian memasuki sebuah gang.

Dinda berlari, berbelok ke kanan, ke kiri di percabangan jalan tetapi Dinda masih juga belum sampai ke pos tersebut.

“Keknya gak ke sini deh.” Ucap Dinda yang sudah kecapean.

Lalu Dinda berbalik dan memilih jalan lain.

“Ke sini aja deh.” Ucap Dinda.

Walaupun Dinda sudah mengubah rutenya, Ia tetap kunjung sampai ke pos tersebut.

Dan setelah sekian lama Dinda kesana kemari mencari jalan untuk sampai ke pos tersebut, akhirnya Dinda pun sampai ke pos tersebut.

Hah hah… akhirnya aku sampai…” Ucap Dinda yang sudah kecapean berlari.

Tetapi di sana sudah tidak ada lelaki dan perempuan itu, melainkan sudah ada HERΩ yang sampai di sana.

“Oh, kamu udah sampe.” Ucap HERΩ kepada Dinda.

Hah… Kamu udah dari tadi?” Tanya Dinda yang kecapean itu kepada HERΩ.

“Nggak, Gw baru dateng.” Jawab HERΩ.

“Oh.. gitu… Kalo gitu.. cepetan.. kejer.. mereka…” Ucap Dinda yang kecapean.

“Sabar, sabar, kamu lagi kecapean itu, istirahat aja dulu, palingan mereka gak bakal jauh.” Ucap HERΩ kepada Dinda.

“Ok yaudah.. tapi jangan lama-lama.” Balas Dinda.

Lalu mereka pun beristirahat di pos tersebut untuk sejenak.

“Emangnya kenapa kamu pengen buru-buru banget ngegeledak mereka dah?” Tanya HERΩ kepada Dinda.

“Gw cuman gak seneng aja kalo ngeliat cewek dikasarin sama cowok.” Jawab Dinda.

“Oh gitu…” Ucap HERΩ.

“Lagian gw juga gak suka kalo dideketin cowok tiba-tiba, mau itu udah kenal lama ato baru kenal.” Lanjut Dinda.

“Hmm… Emangnya kamu pernah?” Tanya HERΩ.

“Sering banget, apalagi pas masih sekolah.” Jawab Dinda.

“Bahkan nyampe yang ada nge stalking.” Lanjut Dinda.

“Kamu takut gak?” Tanya HERΩ.

“Nggak sih, walaupun dia temen lama yang udah lama gak ada kabar, karena ku yakin dia cuman pengen tau kabar aku doang, lagian dia suka sama gw, jadi gw mau jaga jarak biar gak kenapa-kenapa.” Jawab Dinda.

“Jadi karena itu kamu gak ngasih no WA kamu ke dia?” Tanya HERΩ.

“Iya.” Jawab Dinda. “Hah?”

“Iya, soalnya gw juga punya temen yang gw suka, dan mau gw dapetin no WA nya, tapi gak berhasil-berhasil.” Ucap HERΩ.

“Jadi aku pake jalan terakhir… Yaitu dengan mencari no WA nya di grup sekolah.” Lanjut HERΩ.

“Walaupun gitu dan udah ngucapin ulang tahun, tetep aja ujung-ujungnya di block.” Lanjut lagi HERΩ.

“Hmm.” Gumam Dinda yang sedang memikirkan sesuatu.

“Wokeh.. keknya istirahatnya udah cukup. Waktunya ngejar mereka!” Ucap HERΩ.

“Oke.. jadi mereka pergi ke arah mana?” Tanya Dinda selagi ia bangun dari rehatnya.

“Oke… Kalo diliat-liat mereka ke arah sana.” Ucap HERΩ sambil melihat ke jam tangannya lalu menunjuk ke suatu jalan.

“Oke, kalo gitu buruan!” Seru Dinda.

Lalu mereka pun bergegas menyusul mereka dari pos tersebut melewati jalan yang mereka lewati.

Mereka berlari melewati rumah demi rumah.

Hah hah… Tungguin… Jangan cepet-cepet napa…” Ucap Dinda yang cukup tertinggal dari HERΩ yang larinya cepat.

“Lah? Katanya suruh cepet.” Ucap HERΩ yang mulai melambatkan larinya.

“Ya jangan cepet-cepet lah… Tungguin gw…” Balas Dinda yang mulai kecapean.

Saat mereka masih berlari mengejar mereka, HERΩ dan Dinda dihadapkan dengan percabangan jalan.

“Aduh.. ini kemana dah?” Ucap Dinda kebingungan.

“Bentar, coba gw rasain dulu.” Ucap HERΩ.

Lalu HERΩ menutup matanya seperti ingin merasakan sesuatu.

“.... Oke, ke arah sini!” Ucap HERΩ setelah membuka matanya lalu menunjuk ke arah kiri.

“Beneran?” Tanya Dinda tidak percaya.

“Beneran, percaya.” Jawab HERΩ.

“Yaudah kalo gitu.” Ucap Dinda.

Lalu mereka pun pergi ke arah kiri dari percabangan jalan tersebut.

Dan di seluruh perjalanan, HERΩ selalu menyebutkan ke arah mana mereka harus pergi seperti dia sudah tau kemana harus pergi.

“Kiri!” “Kanan!” “Lurus!” Seru HERΩ setiap mereka bertemu percabangan jalan.

“Ini bener gak jalannya? Jangan nyampe nyasar!” Tanya Dinda yang tidak yakin kalau ini jalan yang benar.

“Bener ini, dikit lagi nyampe kok!” Jawab HERΩ.

“Kanan!” Seru HERΩ, lalu mereka pergi ke arah kanan.

“Lah? Kok balik ke sini?” Ucap Dinda setelah mengetahui jalan yang mereka lalui ternyata kembali ke jalan yang disampingnya ada sungai yang dekat dengan kos-kosannya.

“Anginnya lagi kenceng yak.” Ucap HERΩ.

“Iya nih..” Balas Dinda.

“Nah, itu mereka!” Ucap HERΩ sambil menunjuk ke kelompok orang.

“Eem… Iya bener!” Seru Dinda.

Lalu mereka mempercepat lajunya untuk menghampiri mereka.

“Hey kalian!! Jangan apa-apain itu cewek!!” Teriak Dinda kepada mereka.

“Hah? Siapa yang ngomong itu?” Ucap salah satu dari mereka.

Lalu mereka pun berbalik badan menghadap ke Dinda dan HERΩ.

Mereka berlima, enam jika cewek tersebut dihitung. Mereka kurang lebih berpenampilan sama, kecuali gaya rambut dan satu aksesoris. Mereka memakai kaos berwarna putih, celana jeans biru yang di bagian dengkulnya sobek, memakai ikat pinggang putih yang kepalanya berwarna perak, dan memakai sepatu berwarna hitam. Dan perbedaan di antara mereka ialah, dari kanan: jam tangan berwarna biru di tangan kirinya dengan gaya rambut mangkok; kalung dengan berlian merah muda dengan gaya rambut mullet; topi berwarna merah yang dipakai terbalik, dan sedang menahan cewek tersebut; dua buah gelang karet berwarna kuning yang dipakainya di tangan kanan dengan rambut berantakan; dan memakai anting berwarna hitam dengan gaya rambut mohawk pendek.

Tatapan dari mereka berlima membuat orang kesal ketika melihatnya.

“Lepasih itu cewek sekarang juga!!” Teriak Dinda kepada mereka berlima.

“Oh mau nantangin ya?” Ucap salah satu dari mereka yang beranting hitam.

“T-tolongin aku…” Ucap cewek itu sambil menangis.

“Lu mau lepasin ini cewek? Ato mau gw hajar yak?..” Ucap yang memakai topi berwarna merah.

“Udalah Jason, dia cewek, jangan keras-keras amat lah.” Ucap yang memakai kalung dengan berlian merah muda kepada temannya yang memakai topi.

“Yaudah, yaudah, gw gak bakal keras-keras sama itu cewek, tapi gw tetep bakalan hamilin ini cewek!” Ucap Jason mengancam.

Grrr” Dinda pun kesal setelah mendengar ucapan Jason.

HERΩ pun mengambil langkah ke depan Dinda.

Lalu HERΩ menunjuk ke arah cewek tersebut sambil mengatakan “Kau! Lepasin itu cewek dan pergi dari sini.” Lalu mengarahkan tangannya ke arah kanannya.

“Ya kali gw lepasin!!” Ucap Jason kesal.

“Oh begitu… Sepertinya tidak ada pilihan lain.” Ucap HERΩ sambil menurunkan tangannya.

Lalu HERΩ melihat jam tangannya dan mengangguk sedikit lalu menurunkan tangannya. Kemudian HERΩ menghadap ke bawah dan menutup matanya. HERΩ pun menarik nafas dari hidungnya sambil mengangguk ke atas kemudian membuangnya lewat mulut sambil mengangguk ke bawah lalu membuka matanya dan sedikit mengangguk seperti mengkonfirmasi sesuatu. Kemudian HERΩ menatap ke arah Jason dan mengatakan “変身”

Angin yang berhembus ke HERΩ pun perlahan semakin kencang. Dan tidak pakai lama, angin itu menjadi sangat kencang sampai-sampai membuat puting beliung yang mengerucut ke atas. Dan ketika sudah cukup lama puting beliung itu berputar, puting beliung itu terhenti dengan hembusan angin yang kuat dari sana.

Seketika, wujud dari HERΩ pun berubah seperti memakai kostum. Badannya didominasi warna hijau gelap dengan aksen berwarna putih, ia memakai helm dengan mata yang berwarna merah dengan ujung yang lancip, di kepalanya seperti ada puting beliung yang berwarna putih mengitari dari bagian kepala atas dan mengerucut ke kanan bawah menutupi mata kanannya, di dadanya tertutupi dengan armor yang di bagian atasnya terdapat kristal hijau berbentuk belah ketupat, ia mengenakan jubah yang terbuat dari angin yang tertempel dari pelindung bahunya, di pergelangan tangan kirinya masih terpasang jam tangannya, di perutnya terdapat garis berwarna putih yang membentuk seperti six pack, garisnya berlanjut sampai ke samping pahanya melewati ikat pinggangnya yang berwarna putih dengan kepalanya yang terdapat lambang Omega, di dengkul hingga betisnya terdapat pelindung dengan aksen garis putih yang sampai ke sepatunya.

“L-lu siapa sih sebenarnya?” Tanya Jason sedikit ketakutan.

“Gua? Namaku adalah 風の仮面 HERΩ.”

“Jadi, persiapkanlah dosa-dosamu.. untuk dihitung!!”

End of Chapter 3

Chapter selanjutnya, pertarungan yang merusak!

Chapter 4

“Rusak”

“Namaku adalah 風の仮面 HERΩ.”

“Jadi, persiapkanlah dosa-dosamu.. untuk dihitung!!” Seru HERΩ selagi ia berlari menuju Jason.

Lalu HERΩ meluncurkan pukulan ke Jason yang dengan mudah ditahan oleh Jason.

“Oh, mau berantem lu yak?” Ucap Jason selagi menahan pukulan HERΩ.

Lalu HERΩ menarik tangan cewek yang sedang ditahan oleh Jason dan menariknya ke arah belakangnya, membuat cewek tersebut berpindah ke dekat dengan Dinda.

“AA!!” Teriak cewek tersebut saat tangannya ditarik.

“WOY!” Teriak Jason kesal ketika cewek tersebut ditarik menjauh darinya.

“Dinda! Jagain itu cewek sampe gw selesai sama dia!” Seru HERΩ kepada Dinda.

“O-ok!” Balas Dinda.

“BALIKIN ITU CEWEK!!!” Teriak Jason.

Jason pun meluncurkan pukulan balasan ke arah kepalanya HERΩ, tetapi berhasil ditangkis dengan lengannya HERΩ.

Lalu HERΩ mendorong Jason dengan sangat kuat.

Ughk” Jason pun terlempar ke belakang yang berhasil ditangkap oleh teman-temannya.

“Jason, lu gak papa?” Tanya salah satu temannya.

“Minggir! Gw harus hajar itu orang sekarang!” Teriak Jason mencoba melepaskan genggaman teman-temannya.

Take your time, Lu gak harus buru-buru.” Ucap HERΩ.

Setelah itu, Jason pun berlari menuju HERΩ sambil meluncurkan pukulan dari tangan kanannya.

Tetapi pukulannya berhasil ditahan oleh HERΩ dengan tangan kirinya, dan itu memberi HERΩ kesempatan untuk pukulan balasan yang mengenai perutnya Jason.

Jason mengambil dua langkah ke belakang sambil mengerami perutnya yang kesakitan dengan kedua tangannya.

“Gimana?” Ucap HERΩ.

Grrr… Lu mati sekarang!!” Teriak Jason sangat kesal.

Jason pun mengerahkan pukulan sekuat-kuatnya ke pundak kirinya HERΩ. Tetapi HERΩ menghindar lalu memberikan pukulan balasan dengan tangan kirinya ke dadanya Jason.

Dada Jason pun merasa kesakitan dengan napasnya yang sedikit sesak.

Hah.. hah..” Hela Jason dengan berat.

Seakan tidak kenal lelah, Jason kembali mencoba memukul HERΩ, tetapi berhasil ditahan dengan lengannya.

Tangan Jason merasa kesakitan saat pukulannya terkena lengan HERΩ.

HERΩ memberi pukulan balasan yang diiringi hembusan angin yang sangat kuat, dilanjut dengan dua pukulan yang diiringi hembusan angin kuat.

Kemudian HERΩ menarik tangan kanannya ke samping kepalanya lalu ia membuat pusaran angin di sekitar tangannya, membentuk seperti bor dan memukul perut atasnya Jason.

Jason pun terhempas ke belakang dan mengenai teman-temannya, menjatuhkan mereka semua.

Strike!” Seru HERΩ.

Jason pun mencoba berdiri dengan rasa sakit di seluruh tubuhnya, tetapi ia tetap memaksakan untuk berdiri dengan tatapan kesal di wajahnya.

“Gw.. belom selesai!” Teriak Jason.

Jason pun berlari ke arah HERΩ lalu meluncurkan pukulan dari samping, tetapi berhasil terhindar dengan HERΩ yang mengambil satu langkah ke belakang.

Sebelum Jason bisa bereaksi, HERΩ meluncurkan pukulan balasan yang kuat kepada Jason. Satu pukulan terkena, dua pukulan, tiga, dan bertubi-tubi pun mengenai Jason diiringi hembusan angin kuat, Jason pun terhempas.

Jason yang kesakitan itu pun berusaha berdiri dengan sekuat yang ia bisa.

“Udalah Jason, lu gak bakal menang!” Seru salah satu temannya Jason.

“GAK!! GW BAKAL ABISIN DIA SEKARANG!!!” Teriak Jason.

Jason lalu berlari ke arah HERΩ dan meluncurkan pukulan, lagi. Tetapi HERΩ tetap berdiri diam di sana yang mengakibatkan ia terkena pukulannya, tetapi tidak ada reaksi dari HERΩ.

HERΩ pun mendorong Jason sedikit menjauh, angin berhembus selagi Jason terdorong.

“Okeh, waktunya untuk showdown.” Ucap HERΩ selagi ia meretakkan jari-jarinya.

HERΩ lalu berlari memutari Jason dengan sangat kencang. Dan tidak butuh waktu lama, sebuah angin topan pun terbentuk di sekitar Jason, menjebaknya di dalam.

Jason berteriak sangat keras selagi tubuhnya terombang-ambing di dalam angin topan tersebut.

“Jason! Lu Lu gak papa!?” Teriak salah satu temannya Jason.

“EMANGNYA GW KELIATAN GAK PAPA BUAT LU!!?” Jason berteriak saat tubuhnya terombang-ambing di tengah angin topan.

Dari pinggir tubuh angin topan tersebut, terlihat tidak begitu jelas dari luar, HERΩ melayang perlahan ke ketinggian Jason berada. Jason yang melihatnya dari dalam mulai merasakan rasa takut.

Tatapan HERΩ terlihat sangat serius, seserius teman daring mu ketika kalah satu ronde saat musuh bermain troll yang akhirnya juga kalah.

Kemudian HERΩ melaju cepat melewati angin topan tersebut dengan kepalan tangan di depan. Jason yang tidak bisa berbuat apa-apa pun terkena pukulan HERΩ.

Tetapi tidak hanya sekali HERΩ melaju, ia melewati angin topan itu berkali-kali dari satu sisi ke sisi lainnya dengan kepalan tangan di depan, terkadang kaki atau lututnya yang di depan.

BAK! BIK! BUK!

Jason yang berada di tengah angin topan tersebut tidak bisa terhindar dari pukulan-pukulan yang mengenainya, membuat keseluruhan tubuhnya menjadi kesakitan.

Setelah cukup banyak Jason terkena serangannya, HERΩ berhenti di satu sisi sedikit lebih tinggi dari ketinggian Jason.

HERΩ berbalik menghadap Jason lalu mengatakan “Waktunya mengakhiri ini.”

Kemudian HERΩ mengetuk layar jam tangannya sekali dengan jari telunjuknya lalu jam itu berbunyi

Piip piip

Setelahnya, HERΩ bersiap-siap menendang Jason dengan kaki kiri dan tangan kanan mengarah ke Jason dan kaki kanan dan tangan kiri ditekuk. Pusaran angin perlahan terbentuk diantara kaki kiri HERΩ, perlahan tetapi pasti sampai menutupi kaki HERΩ sampai ke lutut, siap untuk mengenai Jason.

Wind Drill Kick!!!” Teriak HERΩ.

Tepat setelah itu, HERΩ mulai bergerak ke arah Jason dengan pusaran angin di kaki kirinya yang mengenai perut Jason, mengebor perutnya. Jason pun terdorong keluar bersamaan dengan HERΩ selagi angin topan tersebut perlahan mulai menghilang.

Pada saat itu lah, Jason yang merasa sudah tidak berdaya akhirnya menyerah, ia sudah tidak sanggup lagi. Matanya perlahan menutup, penglihatan menggelap, dan Jason mulai mengingat masa-masa susahnya.

“Kenapa.. gw ngelakuin ini?...” Pikirnya.

“...”

“Ah, iya.. gw ingat…”

Semenjak kecil, Jason selalu ingin menjadi pusat perhatian, ingin menunjukkan bakatnya, tetapi abangnya selalu berada di jalannya.

Setiap kali ia ingin unjuk gigi, abangnya selalu mengambil panggungnya. Bahkan saat ia diapresiasi, ia diapresiasi bukan karena bakatnya, tetapi karena abangnya.

“Hebat ya dia!” “Iya lah, kan abangnya bang Tommy.” “Adeknya bang Tommy emang hebat ya, kayak abangnya!” Itulah yang mereka katakan.

Jason pun pada suatu saat berhenti mengejar pusat perhatian karena tidak ada yang benar-benar mengapresiasi bakatnya. Walau begitu, ia tetap tidak lepas dari orang-orang yang berekspektasi tinggi padanya karena abangnya.

“Mana nih kehebatan adeknya bang Tommy, harusnya nurun dong?” “Iya nih, masa abangnya diatas, adeknya di sini aja.” Ucap teman sekelasnya Jason.

“Gak ah, males.” Balas Jason, kemudian mereka berdua pun pergi dari Jason.

Tetapi, dari sekian banyak orang yang mengenal Jason, hanya ada satu cewek yang mengakui bakat Jason bukan karena abangnya, tetapi karena hasil kerja keras Jason sendiri.

Suatu hari setelah Jason mendapatkan penghargaan, semua orang memujinya karena abangnya. Jason pun pergi dari keramaian untuk menenangkan diri.

Ketika Jason sedang duduk dan mendinginkan kepalanya, ia dihampiri seorang cewek berambut hitam panjang.

“Kamu ngapain di sini?” Tanya cewek itu.

“Gak ngapa-ngapain. Lu sendiri ngapain di sini?” Jawab Jason.

“Nyariin kamu.” Jawab cewek tersebut. “Kamu kok gak gabung sama yang lain?”

“Gak ah, males, lagian mereka bangga karena gw adeknya.” Balas Jason.

“Hmm.. tapi kata aku sih kamu keren sih!” Seru cewek itu.

“Kenapa? Karena gw adeknya bang Tommy?” Tanya Jason.

“Eh, enggak, bukan karena dia. Karena kamu emang keren, apalagi pas kamu selebrasi pas menang.” Jawab cewek itu.

“Lu.. lu Dewi kan? Temen sekelas gw?” Tanya Jason kepada cewek itu.

“Iya, aku Dewi! Dari awal masuk sekolah aku udah mengagumi kamu!” Seru Dewi.

“Beneran? Bukan karna abang gw?” Tanya Jason.

“Beneran! Kamu keren banget! Jadi suka deh!” Jawab Dewi.

“E-eh, m-makasih ya..” Balas Jason.

Dan dari situ lah Jason menemukan cinta pertamanya.

Tetapi seperti tidak boleh berbahagia, Jason dan Dewi pun dipaksa berpisah.

Jadi, suatu hari abangnya Jason, Tommy, menjauhkan Dewi dari Jason dan 'berjanji' untuk membolehkan mendekatinya lagi jika Jason menuruti perkataannya.

“T-tapi bang…” Ucap Jason memohon.

“Udah, lu nurut aja sama gw.” Ucap Tommy.

“O-ok…” Balas Jason pasrah.

Mulai dari sanalah Jason mulai menuruti semua perkataan abangnya, Tommy, berharap bisa dipertemukan kembali dengan Dewi.

“Udah bang, saya udah gak ada duit bang..” Ucap seorang cowok ketakutan.

“Gak bisa! Ini masih kurang!” Ucap Jason sambil menghitung uang cowok tersebut.

“Beneran bang.. saya dah gak ada duit lagi…” Balas cowok tersebut.

“Ah udalah, males, dari kemaren-kemaren gak ada duit mulu bilangnya.” Ucap Jason kecewa.

“B-beneran bang.. duit saya udah gak ada..” Balas cowok tersebut.

“Alah bo'ong, gak percaya gw.” Ucap Jason.

“Beneran bang… duit saya udah abis…” Balas cowok tersebut.

“Bo'ong lagi gw gebukin lu.” Ucap Jason mengancam.

“Ampun bang.. duit saya udah abang ambil semua…” Balas cowok tersebut

“Udalah, gak guna ngomong sama lu.” Ucap Jason yang kemudian menggebuki cowok tersebut.

Mulai dari sana lah Jason mulai membuat masalah. Dia memalak, menghajar, dan merundung murid-murid di sekolahnya. Status Jason sebagai anak berbakat pun terganti dengan ia yang dikenal nakal. Tetapi Jason melakukannya bukan karena keinginannya, tetapi karena dipaksa oleh abangnya demi dipertemukan kembali dengan Dewi.

Tetapi semakin lama Jason menjalankan perintah abangnya, semakin ia lupa tujuan awalnya ia melakukannya, sampai suatu hari Jason sudah tidak ingat apa-apa lagi tentang Dewi.

Jason pun tetap membuat masalah sampai ia sudah lulus sekolah, bahkan saat abangnya, Tommy, belum memberi perintah.

Dan semua kejadian tersebut berakhir disini. Jason bertemu dengan seseorang yang membuat dia kalah telak, dan saat ini ia sedang ditendang oleh orang tersebut di udara.

HERΩ pun mendarat ke tanah. Dinda pun langsung berlari menghampirinya.

“EH NGAPAIN LU GEBUKIN TU ORANG!! NTAR KALO DIA MATI GIMANA!!?” Teriak Dinda mengomeli HERΩ.

“Tenang aja, dia gak apa-apa.” Balas HERΩ dengan santai.

Setelah itu ada seseorang turun dari langit, itu Jason. Ia turun dengan tubuh telentang yang diangkut dengan sebuah angin topan kecil, angin topan itu membawa Jason turun perlahan ke dekat teman-temannya.

Teman-teman Jason pun langsung mendekatinya untuk mengecek keadaannya.

“Son, lu gak papa kan!?” Tanya salah satu temannya.

Jason yang kehilangan kesadarannya pun perlahan bangun dan membuka matanya.

“Uhh… Ini dimana?” Ucap Jason kebingungan.

Terlihat matanya Jason yang sebelumnya berwarna hitam berubah menjadi warna coklat.

“Jason! Lu gak papa Jason!?” Seru salah satu temannya Jason.

“Ini gw dimana? Kita lagi ngapain di sini?” Tanya Jason kebingungan sambil melihat ke kanan dan ke kiri.

“Lu gak inget? Lu abis digebukin sama itu orang.” Jawab salah satu temannya Jason.

“Ah, beneran?” Balas Jason tidak percaya.

“Hah, keknya ingatannya gak sengaja gw rusak.” Ucap HERΩ.

“Beneran!? Terus gimana?” Tanya Dinda.

“Ah, biarin aja, lagian bukan masalah gw.” Jawab HERΩ.

HERΩ melihat jam tangannya.

“Sepertinya sudah waktunya aku untuk pergi.” Ucap HERΩ lalu berbalik.

“Dinda, tolong jaga cewek itu dan antar dia pulang.” Ucap HERΩ kepada Dinda.

HERΩ lalu berjalan menjauh dari mereka semua, memberi tanda pergi dengan kedua jarinya, dan pergi sampai sejauh mata memandang.

End of Chapter 4

Selanjutnya, rahasia terungkap?

Chapter 5

“Rahasia”

Coming soon

Twitter/X: @Nafy132842